Dari hari ke hari kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi semakin canggih, kita seolah diperbudak oleh perkembangan zaman. Tapi
tidaklah selalu demikian, hal ini tergantung kepada sikap dan mental kita untuk
lebih menghadapi dan memahami dampak-dampak dari perkembangan ilmu pengetahuan
tersebut dan mesti menempatkannya untuk hal kebaikan dunia dan akhirat.
Di sinilah bukti bahwa Allah SWT, Pemilik
segala ilmu, menunjukkan kekuasaan-Nya bagi orang-orang berakal dan beriman
untuk lebih giat menuntut ilmu agar manusia mengenal siapa dirinya dan siapa
Tuhannya, sehingga ia menjadi manusia yang bertakwa dan berakhlak mulia.
Menuntut ilmu, dalam ajaran Islam, adalah suatu
yang sangat diwajibkan sekali bagi setiap Muslim, apakah itu menuntut ilmu
agama atau ilmu pengetahuan lainnya. Terkadang orang tidak menyadari betapa
pentingnya kedudukan ilmu dalam kehidupan ini. Namun kebanyakan dari manusia,
mereka lebih mengutamakan harta benda dibanding ilmu yang sebenarnya harta
benda itu sendiri dapat habis dengan sekejap jika ia tak memiki ilmu untuk
tetap memeliharanya sebagai titipan Allah SWT, bahkan dapat menjadi malapetaka
bagi pemiliknya.
Sebaliknya dengan ilmu, ia akan bertambah terus
yang tidak pernah habis-habisnya sebagai kunci untuk memperoleh apa yang
dicita-citakan dalam hal duniawi ataupun ukhrawi yang harus direalisasikan
dengan usaha dan mengamalkannya. Menyikapi hal seperti ini, Rasulullah SAW
bersabda, "Nabi Sulaiman disuruh memilih antara harta benda, kerajaan
dan ilmu. Maka dia memilih ilmu, akhirnya dia diberi pula kerajaan dan harta
benda." (H.R. Ad-Dailami). Ini berarti, dengan ilmu segala sesuatu
dapat tercapai, selama ia istiqamah dan ada dalam jalan Allah SWT. Maka dengan
ke-istiqamahan dan ber-amar ma'ruf nahi munkar baik dalam menuntut ilmu ataupun
mengamalkannya, secara otomatis ia akan mampu menjalankan hidup dengan baik
guna tercapainya apa yang dimaksud.
Dalam sebuah hadist Nabi menyatakan, "Barang
siapa yang ingin sukses dalam kehidupan dunianya, hendaklah (dicapai) dengan
ilmu, barang siapa yang ingin selamat di akhirat nanti hendaklah dengan ilmu
dan barang siapa yang ingin sukses dalam menghadapi kedua-duanya (dunia dan
akhirat) maka hendaklah pula dicapai dengan ilmu."
Oleh karena itu diwajibkan bagi kaum Muslim
untuk menuntut ilmu baik ilmu agama yang hukumnya fardhu 'ain, ataupun
ilmu-ilmu yang menyangkut kemaslahatan umum dengan hukum fardhu kifayah. Ilmu
adalah suatu yang sangat mulia, sebab ilmu adalah pemberian Allah SWT bagi
manusia yang menjadi perantara untuk menjadi insan bertakwa.
Disinilah Islam sangat menganjurkan sekali
untuk mencari ilmu di mana pun ilmu itu berada, sebagai kunci untuk membuka
segala sesuatu. Kita mesti sadar bahwa jika seseorang, golongan, atau pun
bangsa ingin menjadi manusia yang berkualitas maka mereka harus mengerti apa
hakikat dan kedudukan dari ilmu pengetahuan itu sendiri yang akan memebentuk
dan mengarahkan jiwa dan akal pikiran. Ilmu adalah sebagai penerang yang mampu
mengubah jalan keburukan, kebodohan yang melahirkan kebijaksanaan dalam
berbagai masalah-masalah kehidupan selama ada dalam koridor- koridor agama.
Adapun pahala menuntut ilmu Rasululllah SAW
bersabda, "Orang yang menuntut ilmu
berarti menuntut rahmat; orang yang menuntut ilmu berarti menjalankan
rukun Islam dan pahala yang diberikan kepadanya sama dengan pahala para nabi."
(H.R. Ad-Dailami dari Anas ra).
Sedangkan dalam hadist lain yang diriwayatkan
Imam Muslim ra., "Barangsiapa yang melalui suatu jalan guna mencari
ilmu pengetahuan, niscaya Allah SWT akan memudahkan baginya jalan ke surga."
Maka dalam menuntut ilmu niatkanlah semata-mata mencari keridaan Allah SWT yang
akan dibalas dengan pahala kebaikan untuk dunia dan akhirat.
Secara
sederhana kita harus berpikir, bahwa setiap manusia diberikan jatah umur yang
tidak diberi tahu sedikit pun berapa lama kita bertahan hidup di dunia. Ini
berarti kita harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Alangkah baiknya kita
mengetahui berbagai ilmu, baik ilmu agama ataupun ilmu pengetahuan lainnya.
Mereka adalahgenerasi penerus bangsa kita, apalah daya nasib bangsa ini apabila
anak-anak kita tidak mengenyam pendidikan bukan menuntut ilmu-ilmu keagamaan sebagai
dasar untuk membina jiwa kita, bentengi dari sifat-sifat tercela.
Banyak orang yang menjadi pintar, siapa pun dan
jabatan apa pun dia, dikarenakan dasar religi kurang mengakar di hatinya yang
menjadikan jauh dari Allah SWT sehingga segala tindakan, aturan, ucapan,
tingkah laku dll. yang seharusnya dilaksanakan dengan baik tapi malah
sebaliknya.
Menuntut ilmu tidaklah mengenal masa anak-anak
ataupun masa tua, semakin kita bertambah dewasa bisa jadi akan lebih bijaksana
dalam menangkap ilmu pengetahuan yang diterima hal ini karena diimbangi oleh
pengalaman dan situasi kondisi yang sedang dihadapi.
Perlu diketahui pula bahwa ajaran Islam yang
luhur ini memberikan jalan atau toleransi kepada kaum Muslim dalam perihal
menuntut dan mengamalkan ilmu, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, "Jadilah
kamu seorang pengajar, atau pelajar, atau mendengarkan (ilmu), atau mencintai
(ilmu), dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima, kamu pasti menjadi orang
yang celaka." HR. Imam Baihaki. Maksud dari orang kelima di sini
adalah janganlah menjadi orang yang bodoh, yang akan celaka di dunia dan
akhirat kelak, sehingga dapat terjerumuskan kepada hal-hal keburukan.
Oleh karena pentingnya Ilmu itu, terutama Ilmu
agama yang merupakan landasan dalam menentukan sikap maka makalah ini disusun
sebagai salah satu bahan untuk bermuhasabah yang dapat memotivasi diri agar
senantiasa tak berhenti untuk belajar, mengaplikasikan dan mendakwahkan/berbagi
ilmu yang dimiliki.
DEFINISI
ILMU
Ilmu berasal dari bahasa Arab yaitu (alima, ya’lamu, ‘ilman) yang berarti
mengerti, memahami benar-benar.
Ilmu dari segi Istilah ialah Segala pengetahuan
atau kebenaran tentang sesuatu yang datang dari Allah SWT yang diturunkan
kepada Rasul-rasulNya dan alam ciptaanNya termasuk manusia yang memiliki aspek
lahiriah dan batiniah.
Ilmu dalam bahasa Inggris disebut science,
sedangkan pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus bahasa Indonesia adalah
pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala gejala
tertentu di bidang (pengetahuan) itu.
Adapun ciri-ciri utama ilmu menurut terminologi,
antara lain adalah:
1.
Ilmu adalah sebagian pengetahuan yang bersifat
koheren, empiris, sistematis, dapat diukur dan dibuktikan.
2.
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu tidak pernah
mengartikan kepingan pengetahuan satu putusan tersendiri, sebaliknya ilmu
menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke objek yang sama dan saling
berkaitan secara logis.
3.
Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap
berkenaan dengan masing-masing penalaran perorangan, sebab ilmu dapat memuat di
dalamnya dirinya sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang belum
sepenuhnya dimantapkan.
4.
Yang sering kali berkaitan dengan konsep ilmu
adalah ide bahwa metode-metode yang berhasil dan hasil-hasil yang terbukti pada
dasarnya harus terbuka kepada semua pencari ilmu.
5.
Ilmu menuntut pengalaman dan berpikir metodis.
6.
Kesatuan setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan
objeknya.
ADAB
MENUNTUT ILMU
Menuntut ilmu adalah satu keharusan bagi kita
kaum muslimin. Banyak sekali dalil yang menunjukkan keutamaan ilmu, para
penuntut ilmu dan yang mengajarkannya.
Adab-adab dalam menuntut ilmu yang harus kita
ketahui agar ilmu yang kita tuntut berfaidah bagi kita dan orang yang ada di
sekitar kita sangatlah banyak. Adab- adab tersebut di antaranya adalah:
1.
Ikhlas karena Allah
Hendaknya niat kita dalam menuntut ilmu adalah
karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dan untuk negeri akhirat. Apabila seseorang
menuntut ilmu hanya untuk mendapatkan gelar agar bisa mendapatkan kedudukan
yang tinggi atau ingin menjadi orang yang terpandang atau niat yang sejenisnya,
maka Rasulullah telah memberi peringatan tentang hal ini dalam sabdanya: "Barangsiapa
yang menuntut ilmu yang pelajari hanya karena Allah Ta’ala sedang ia tidak
menuntutnya kecuali untuk mendapatkan mata-benda dunia, ia tidak akan
mendapatkan bau surga pada hari kiamat". (HR: Ahmad, Abu,Daud dan Ibnu
Majah)
Tetapi kalau ada orang yang mengatakan bahwa
saya ingin mendapatkan syahadah (MA atau Doktor, misalnya ) bukan karena ingin
mendapatkan dunia, tetapi karena sudah menjadi peraturan yang tidak tertulis
kalau seseorang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi, segala ucapannya
menjadi lebih didengarkan orang dalam menyampaikan ilmu atau dalam mengajar.
Niat ini - insya Allah - termasuk niat yang benar.
2.
Untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan
orang lain.
Semua manusia pada mulanya adalah bodoh. Kita
berniat untuk meng-hilangkan kebodohan dari diri kita, setelah kita menjadi
orang yang memiliki ilmu kita harus mengajarkannya kepada orang lain untuk
menghilang kebodohan dari diri mereka, dan tentu saja mengajarkan kepada orang
lain itu dengan berbagai cara agar orang lain dapat mengambil faidah dari ilmu
kita.
Apakah disyaratkan untuk memberi manfaat pada
orang lain itu kita duduk dimasjid dan mengadakan satu pengajian ataukah kita
memberi manfa'at pada orang lain dengan ilmu itu pada setiap saat? Jawaban yang
benar adalah yang kedua; karena Rasulullah bersabda: "Sampaikanlah
dariku walaupun cuma satu ayat” (HR: Bukhari)
Imam Ahmad berkata: Ilmu itu tidak ada
bandingannya apabila niatnya benar. Para muridnya bertanya: Bagaimanakah yang
demikian itu? Beliau menjawab: ia berniat menghilangkan kebodohan dari dirinya
dan dari orang lain.
3.
Berniat dalam menuntut ilmu untuk membela
syari'at.
Sudah menjadi keharusan bagi para penuntut ilmu
berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari'at. Karena kedudukan syari'at
sama dengan pedang kalau tidak ada seseorang yang menggunakannya ia tidak berarti
apa-apa. Penuntut ilmu harus membela agamanya dari hal-hal yang menyimpang dari
agama (bid'ah), sebagaimana tuntunan yang diajarkan Rasulullah saw. Hal ini
tidak ada yang bisa melakukannya kecuali orang yang memiliki ilmu yang benar,
sesuai petunjuk Al-Qur'an dan As-Sunnah.
4.
Lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat.
Apabila ada perbedaan pendapat, hendaknya
penuntut ilmu menerima perbedaan itu dengan lapang dada selama perbedaan itu
pada persoalaan ijtihad, bukan persoalaan aqidah, karena persoalaan aqidah
adalah masalah yang tidak ada perbedaan pendapat di kalangan salaf. Berbeda
dalam masalah ijtihad, perbedaan pendapat telah ada sejak zaman shahabat,
bahkan pada masa Rasulullah saw masih hidup. Karena itu jangan sampai kita
menghina atau menjelekkan orang lain yang kebetulan berbeda pandapat dengan
kita.
5.
Mengamalkan ilmu yang telah didapatkan.
Termasuk adab yang tepenting bagi para penuntut
ilmu adalah mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, karena amal adalah buah dari
ilmu, baik itu aqidah, ibadah, akhlak maupun muamalah. Karena orang yang telah
memiliki ilmu adalah seperti orang memiliki senjata. Ilmu atau senjata (pedang)
tidak akan ada gunanya kecuali diamalkan (digunakan).
Hendaklah para penuntut ilmu mengamalkan
ilmunya, baik berupa aqidah, ibadah, akhlak, adab dan muamalah, karena hal ini
adalah merupakan hasil dan buah dari ilmu itu. Pengemban ilmu itu seperti
pembawa senjata; Bisa berguna dan bisa pula mencelakakan sebagaimana sabda
Rasulullah SAW: “Al Qur’an itu membelamu atau mencelakakanmu.” (HR. Muslim).
Membelamu apabila kamu amalkan dan mencelakakanmu apabila tidak kamu amalkan.
(Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal:32)
Karena keutamaan ilmu itulah ia semakin
bertambah dengan banyaknya nafkah (diamalkan dan diajarkan) dan berkurang
apabila kita saying (tidak diamalkan dan diajarkan) serta yang merusaknya
adalah al kitman (menyembunyikan ilmu). (Hiyah Tholibil Ilmi, Bakr Abu Zaid hal
:72).
6.
Menghormati para ulama dan memuliakan mereka.
Penuntut ilmu harus selalu lapang dada dalam
menerima perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan ulama. Jangan sampai ia
mengumpat atau mencela ulama yang kebetulan keliru di dalam memutuskan suatu
masalah. Mengumpat orang biasa saja sudah termasuk dosa besar, apalagi kalau
orang itu adalah seorang ulama. Ini adalah masalah yang sangat penting, karena
sebagian orang sengaja mencari-cari kesalahan orang lain untuk menjatuhkan
mereka dimata masyarakat. Ini adalah kesalahan terbesar. (Kitab al ‘Ilmi,
Syaikh Utsaimin hal 41).
7.
Mencari kebenaran dan sabar.
Termasuk adab yang paling penting bagi kita
sebagai seorang penuntut ilmu adalah mencari kebenaran dari ilmu yang telah
didapatkan. Mencari kebenaran dari berita berita yang sampai kepada kita yang
menjadi sumber hukum. Ketika sampai kepada kita sebuah hadits misalnya, kita
harus meneliti lebih dahulu tentang keshahihan hadits tersebut. Kalau sudah
kita temukan bukti bahwa hadits itu adalah shahih, kita berusaha lagi mencari
makna (pengertian) dari hadits tersebut.
Hendaklah sabar dalam menuntut ilmu, tidak
terputus (ditengah jalan) dan tidak pula bosan, bahkan terus menerus menuntut
ilmu semampunya. Kisah tentang kesabaran salafush shalih dalam menuntut ilmu
sangatlah banyak, sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma
bahwa beliau ditanya oleh seseorang: “Dengan apa anda bisa mendapatkan ilmu?”
Beliau menjawab: “Dengan lisan yang selalu bertanya dan hati yang selalu
memahami serta badan yang tidak pernah bosan.” (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh
Utsaimin hal:40
dan 61).
Bahkan sebagian dari mereka (salafus shalih)
merasakan sakit yang menyebabkannya tidak bisa bangun dikarenakan tertinggal
satu hadits saja. Sebagaimana terjadi kepada Syu’bah bin al Hajjaj
rahimahullah, ia berkata: “Ketika aku belajar hadits dan tertinggal (satu hadits)
maka akupun menjadi sakit.”
Barangsiapa mengetahui keutamaan ilmu dan
merasakan kelezatannya pastilah ia selalu ingin menambah dan mengupayakannya,
ia selalu lapar (ilmu) dan tidak pernah kenyang sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Ada dua kelompok manusia yang selalu lapar dan tidak pernah kenyang: orang
yang lapar ilmu tidak pernah kenyang dan orang yang lapar dunia tidak pernah
keying pula.” (HR. Al Hakim dll dengan sanad tsabit) (Hilyah al ‘Alim al
Mu’allim, Syaikh Salim al Hialaliy hal 22- 23)
Abu al ‘Aliyah rahimahullah menuturkan:”Kami
mendengar riwayat (hadits) dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sedang
kami berada di Basrah (Iraq), lalu kamipun tidak puas sehingga kami berangkat
ke kota Madinah agar mendengar dari mulut mereka (para perawinya) secara
langsung.” (‘Audah ila as Sunnah, Syaikh Ali Hasan al Atsariy hal 44).
8.
Memegang Teguh Al Kitab dan As Sunnah
Wajib bagi para penuntut ilmu untuk mengambil
ilmu dari sumbernya, yang tidak
mungkin
seseorang sukses bila tidak memulai darinya, yaitu:
a.
Al-Qur’anul Karim; Wajib bagi para penuntut
ilmu untuk berupaya membaca, menghafal, memahami dan mengamalkannya.
b.
As Sunnah As Shahihah; Ini adalah sumber kedua
syariat Islam (setelah Al Qur’an) dan penjelas al Qur’an Karim.
c.
Sumber ketiga adalah ucapan para ulama,
janganlah anda menyepelekan ucapan para ulama karena mereka lebih mantap
ilmunya dari anda. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hl :43,44, dan 45)
9.
Berupaya Untuk Memahami Maksud Allah dan
Rasul-Nya
Termasuk adab terpenting pula adalah masalah
pemahaman tentang maksud Allah
dan juga maksud Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam; Karena banyak orang yang
diberi ilmu namun tidak diberi pemahaman. Tidak cukup hanya menghapal al Qur’an
dan hadits saja tanpa memahaminya, jadi harus dipahami maksud Allah dan Rasul-Nya
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Alangkah banyaknya penyimpangan yang dilakukan oleh
kaum yang berdalil dengan nash-nash yang tidak sesuai dengan maksud Allah dan Rasul-
Nya SAW sehingga timbullah kesesatan karenanya.
dan juga maksud Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam; Karena banyak orang yang
diberi ilmu namun tidak diberi pemahaman. Tidak cukup hanya menghapal al Qur’an
dan hadits saja tanpa memahaminya, jadi harus dipahami maksud Allah dan Rasul-Nya
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Alangkah banyaknya penyimpangan yang dilakukan oleh
kaum yang berdalil dengan nash-nash yang tidak sesuai dengan maksud Allah dan Rasul-
Nya SAW sehingga timbullah kesesatan karenanya.
Kesalahan dalam pemahaman lebih berbahaya dari
pada kesalahan dikarenakan kebodohan. Seorang yang jahil (bodoh) apabila
melakukan kesalahan dikarenakan kebodohannya ia akan segera menyadarinya dan
belajar, adapun seorang yang salah dalam memahami sesuatu ia tidak akan pernah
merasa salah dan bahkan selalu merasa benar. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin
hal :52)
Inilah sebagian dari adab yang harus dimiliki
oleh para penuntut ilmu agar menjadi suri tauladan yang baik dan mendapatkan
kesuksesan di dunia dan di akhirat, amien.
DALIL
TENTANG ILMU
Dalam Al-Qur'an banyak sekali dalil yang
tentang keutamaan menuntut ilmu ini menunjukkan bahwa menuntut ilmu merupakan
kewajiban bagi umat manusia sejak lahir sampai mati. "Allah akan
mengangkat orang-orang yang beriman yang mempunyai ilmu
diantara kamu
dengan beberapa derajat".
(QS.Al-Mujadallah : 11)
Dari ayat diatas jelaslah bahwasanya orang yang
memeliki ilmu derajatnya lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang yang
tidak berilmu, kita sebagai kaum muslimin juga tahu bahwasanya manusia diangkat
sebagai kholifah dimuka bumi ini dikarena dikarenakan pengetahuannya bukan
karena bentuknya ataupun asal kejadiannya Sementara itu dalam surat lain Allah
berfirman "Katakanlah : "Samakah orang-orang yang berilmu dan
orang-orang yang tidak berilmu" (QS, Az-Zumar : 9), jelas menyuruh
manusia itu
untuk berfikir apakah kira-kira manusia yang berilmu dengan manusia yang
tidak berilmu
itu sama.
Dengan demikian jelaslah bahwa Islam sangat
memuliakan orang-orang yang berilmu bahkan menganggap orang yang berilmu itu
sebagai penerus Rosul, apa yang disampaikannya akan menjadi penerang jalan yang
lurus, amalan orang yang berilmu sama dengan amalan jihad.
Imam Al-Ghazali mengatakan : "Allah
mengangkat derajat orang-orang dengan
ilmu, lalu
menjadikan mereka kebaikan sebagai pemimpin dan pepberi petunjuk yang diikuti,
petuntuk dalam kebaikan, jejak mereka mereka diikuti dan perbuatan mereka
diamalkan.
Para malaikat ingin menghiasi mereka dan
mengusap mereka dengan sayap- sayapnya. Setiap yang basah dan yang kering
bertasbih bagi mereka dan memohon ampun bagi mereka, bahkan ikan-ikan dilaut
dan binatang-binatang, hewan-hewan buas dan ternak-ternak didaratan serta bintang-bintang
dilangit. Karena Ilmu menghidupkan hati dan menerangi pandangan yang gelap
serta menguatkan yang lemah. Dengan Ilmu hamba mencapai kedudukan orang-orang
yang salih.
Rasulullah SAW, ”Sesungguhnya para nabi
tidak mewariskan dinar atau dirham, yang mereka wariskan adalah al-ilmu .
Barang siapa yang mengambil warisan tersebut, maka ia telah mendapatkan sesuatu
yang besar” ( H.R Abu Dawud dan At Tirmdzi)
Perkataan Rasulullah SAW, “ Kalian lebih tau
tentang urusan dunia kalian” (H.R Muslim)
Ilmu lainnya seperti ilmu fisika, kimia,
akuntansi dst tetap memiliki faidah jika
memenuhi
batasan berikut:
-
Menolong dalam ketaatan kepada Allah Azza wa
jalla dan menyebarkan agama islam.
-
Terkadang hukumnya menjadi wajib, ketika
mempelajarinya termasuk persiapan yang Allah perintahkan dalam firmannya: (dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan
dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu
menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu
tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan
pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak
akan dianiaya (dirugikan)). (QS. Al-Anfaal: 60)
KEUTAMAAN
MENUNTUT ILMU
Ilmu merupakan sandi terpenting dari hikmah.
Sebab itu, Allah memerintahkan manusia agar mencari ilmu atau berilmu sebelum
berkata dan beramal. Firman Allah: (Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak
ada Illah selain Allah, dan mohonlah ampunan bagi dosamu serta bagi (dosa)
orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu
berusaha dan tempat tinggalmu). (QS. Muhammad: 19).
Ilmu sebelum berkata dan beramal. Sufyan bin
Uyainah berkata: manusia paling bodoh adalah yang membiarkan kebodohannya,
manusia paling pandai adalah yang mengandalkan ilmunya, sedangkan manusia
paling utama adalah yang takut kepada Allah.
Ibnu Taimiyah mengatakan: bahwa ilmu yang
terpuji, sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Qur'an dan As Sunnah, ilmu yang
diwariskan para nabi. Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya para Nabi
tidak mewariskan dirham dan dinar, tetapi mereka
mewariskan
ilmu. Maka barang siapa mengambilnya, ia sangat beruntung”. (HR Abu
Daud, Tirmidzi,
dan Ibnu Majah)
Ibnu Taimiyah membagi ilmu yang bermanfaat,
menjadi tiga bagian, yaitu:
1.
Ilmu tentang Allah, nama-nama-Nya,
sifat-sifat-Nya, dan lain-lain, seperti yang disebutkan adalah Al-Qur'an surat
Al-Ikhlas.
2.
Ilmu tentang persoalan-persoalan masa lalu yang
dikabarkan Allah; persoalan-persoalan masa kini, dan persoalan-persoalan masa
mendatang, seperti yang dikabarkan dalam Al-Qur'an, yaitu ayat-ayat tentang
kisah-kisah, janji-janji, ancaman, surga, neraka, dam sebagainya.
3.
ilmu tentang perintah Allah yang berhubungan
dengan hati dan anggota badan, seperti iman kepada Allah melalui pengenalan
hati serta amaliah anggota badan. Pemahaman ini bersumber pada pengetahuan
dasar-dasar iman dan kaidah-kaidah islam.
Pemahaman akan Ilmu. Banyak orang yang masih
keliru memahami masalah ilmu. Mereka memahami Al-Qur'an dan As Sunnah hanya
sebatas verbalitas semata, dan tidak memahami hakekat yang terkandung
didalamnya. Betapa banyak orang yang hafal ayat Al- Qur'an, namun tidak
memahami isinya. Perbuatan seperti ini tentu saja bukan termasuk perbuatan
orang-orang beriman, "Perumpamaan orang yang beriman membaca Al Qur'an
seperti jeruk sitrun yang baunya wangi dan rasanya manis. Perumpamaan orang
beriman yang tidak membaca Al-Qur'an seperti kurma yang tidak berbau dan
rasanya manis. Perumpamaan orang munafik yang membaca Al- Qur'an seperti
sekuntum bunga yang baunya wangi, tetapi rasanya pahit. Dan perumpamaan orang
munafik yang tidak membaca Al-Qur'an seperti labu yang tidak berbau dan rasanya
pahit". (HR Bukhari dan Muslim)
Ilmu dan Amal Perbuatan yang Sesuai Ilmu yang
sempurna adalah ilmu yang diendapkan dalam hati, kemudian diamalkan. Inilah
yang juga disebut ilmu bermanfaat, yang nerupakan sandi terpenting dari hikmah.
Ilmu ini akan memberikan kebaikan kepada pemiliknya, sedangkan ilmu tanpa amal
akan menghujat pemiliknya pada hari kiamat. Oleh karena itu, Allah
memperingatkan kaum beriman yang hanya bisa berbicara tetapi tidak melakukan
apa-apa. (Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang
kamu tidak perbuat? Amat besar kemurkaan di sisi Allah bahwa kamu mengatakan
apa yang tiada kamu kerjakan). (QS.Ash Shaf: 2 - 3)
Menyebarkan Ilmu; Allah juga memperingatkan
kita agar tidak meyembunyikan ilmu. Kita diperintahkan untuk menyampaikan ilmu
yang merupakan karunia Allah itu sebatas kemampuan kita. Allah tidak memaksakan
seseorang kecuali dalam batas kemampuannya. (Sesungguhnya orang-orang yang
menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan, berupa keterangan-keterangan (yang
jelas) dan petunjuk, setelah kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab,
mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat
melaknati). (QS. Al Baqarah: 159).
Simak pula
perkataan seorang penyair: Jika ilmu tidak kau amalkan, ia akan menjadi
bukti atasmu.
Dan kamu beralasan jika kamu tidak mengetahuinya. Kalau kamu memperoleh ilmu
Sesungguhnya, setiap perkataan seseorang akan dibenarkan olah
perbuatannya.
Ilmu memiliki banyak
keutamaan, di antaranya:
1.
Ilmu adalah amalan yang tidak terputus pahalanya
sebagaimana dalam hadits: ”jika manusia meninggal maka terputuslah amalnya,
kecuali tiga perkara: shodaqoh jariahnya, ilmu yang bermanfaat dan anak yang
sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya.” (HR Bukhori dan Muslim)
2.
Menjadi saksi terhadap kebenaran sebagaimana
dalam firman Allah SWT: (Allah menyatakan bahwasanya tidak ada ilah yang
berhak disembah kecuali dia. Yang menegakkan keadilan. para malaikat dan orang
berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). (QS. Ali Imran 18)
3.
Allah memerintahkan kepada nabinya Muhammad SAW
untuk meminta ditambahkan ilmu sebagaimana dalam firman Allah, (... dan
katakanlah: Ya Rabb ku, tambahkanlah kepadaku ilmu) (QS.Thahaa 114)
4.
Allah mengangkat derajat orang yang berilmu.
Sebagaimana firman Allah, (... Allah mengangkat orang beriman dan memiliki ilmu
diantara kalian beberapa derajat dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”(QS.
Mujadilah 11)
5.
Orang berilmu adalah orang yang takut Allah SWT,
sebagaimana dalam firmannya: (.... sesungguhnya yang takut kepada Allah
diantara hambanya hanyalah orang-orangyang berilmu). (QS. Fathir 25).
6.
Ilmu adalah anugerah Allah yang sangat besar,
sebagaimana firmanNya: (Allah menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang
dalam tentang Al-Quran dan As-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia
yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil
pelajaran (dari firman Allah)). ( QS. Al-Baqarah 269)
7.
Ilmu merupakan tanda kebaikan Allah kepada
seseorang ”Barang siapa yang Allah menghendaki kebaikan padanya, maka Allah
akan membuat dia paham dalam agama” (HR Bukhari dan Muslim).
8.
Menuntut ilmu merupakan jalan menuju surga, ”Barang
siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu maka Allah akan
memudahkan baginya jalan menuju surga” (HR Muslim)
9.
Diperbolehkannya ”hasad” kepada ahli ilmu,”Tidak
hasad kecuali dalam dua hal, yaitu terhadap orang yang Allah beri harta dan ia
menggunakannya dalam kebenaran dan orang yang Allah beri hikmah lalu ia mengamalkannya
dan mengajarkannya” (HR Bukhari )
10. Malaikat akan
membentangkan sayap terhadap penuntut ilmu,”Sesungguhnya para malaikat
benar-benar membentangkan sayapnya karena ridho atas apa yang dicarinya” (
HR. Ahmad dan Ibnu majah )
0 komentar:
Posting Komentar